Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya
alam dan sumber daya manusia. Namun sayangnya hal tersebut tidak memacu
semangat sebagian orang di negara ini untuk memajukan hidup dan negaranya.
Terbukti dari banyaknya orang yang memilih untuk menjadi seorang pengemis
ketimbang mencari pekerjaan lain yang lebih bermanfaat.
Sungguh disayangkan bahwa saat ini para pengemis di
Indonesia menjadikan kegiatan “mengemis” mereka sebagai pekerjaan tetap. Dan
para pengemis tersebut tidak mau mencoba mencari pekerjaan lain yang lebih baik
karena mengemis lebih mudah dilakukan, hanya mengandalkan belas kasihan dari
orang lain. Selain itu, mereka menganggap bahwa hidup mereka menjadi lebih baik
karena hasil (uang) yang mereka dapatkan dari mengemis.
Bagi masyarakat Indonesia, pengemis bagaikan suatu
kedok yang ironis. Karena kesan yang biasa mereka tampilkan pada masyarakat
tidak sesuai dengan keadaan mereka yang sebenarnya. Kesan lusuh, miskin, bahkan
berpenyakit rata-rata hanya akting dan sebuah kebohongan belaka. Terlebih lagi
banyaknya media-media seperti TV dan Internet yang menayangkan cerita dibalik
kehidupan para pengemis di Indonesia. Hal tersebut membuat mata masyarakat
seakan terbuka lebar.
Seperti yang terjadi pada Walang bin Kilon (54) dan Sa`aran (60). Dua pengemis asal Subang, Jawa Barat ini membawa uang puluhan juta rupiah saat terjaring razia oleh petugas Suku Dinas Sosial Jakarta Selatan, Selasa (26/11/2013) malam.
Walang dan Sa`aran diciduk petugas dari tempat
mereka biasa mangkal di bawah Flyover
Pancoran. Yang mengagetkan, dari tangan kedua pengemis itu, petugas menemukan
uang tunai sebesar Rp 25 juta yang dsimpan di dalam kantong-kantong plastik
hitam yang sangat kotor.
Dalam menjalankan aksinya, masing-masing pria ini mempunyai peran
yang berbeda. Walang yang menjadi otak dari kegiatan mengemis tersebut
bertindak sebagai pendorong gerobak. Sementara Sa`aran yang lebih tua,
berpura-pura sebagai orang sakit yang berada digerobak dan butuh pengobatan.
Walang sendiri mengaku mengemis karena di desanya tidak memiliki
pekerjaan lain. Kini, keduanya terpaksa mendekam di Panti Sosial Bina Insan
Bangun Daya (PSBIBD) 2 Jl Raya Bina Marga No 48, Cipayung, Jakarta Timur, untuk
menjalani pembinaan.
Kenyataan
tragis lainnya adalah bahwa bukan hanya orang- orang yang berusia produktif
saja yang mengemis melainkan anak- anak di bawah umur. Salah satu contohnya
adalah para “pengemis cilik” di Jombang.
“Pengemis cilik” yang beroperasi di sejumlah tempat di Jombang ini,
ternyata terbilang besar. Mereka mengaku, mampu mengantongi Rp 100 ribu per
hari. Dalam satu bulan, penghasilan mereka mencapai angka Rp 3 juta. Angka
sebesar ini, dua kali lipat lebih tinggi dari Upah Minimum Kabupaten (UMK) Jombang
yang hanya Rp 1,5 juta.
Para “pengemis cilik ini” rata-rata berusia 6 tahun hingga 11 tahun.
Dan mereka biasa beroperasi di Pasar Legi Citra Niaga (PLCN), alun-alun,
serta persimpangan lampu merah. Itu seperti yang dapat kita temui di kawasan
PLCN Jombang. Sejumlah pengemis cilik berinisial FB, RG, RN, serta RS melakukan
aktivitasnya dari pagi hingga siang. Mereka mengaku bahwa tidak ada bos yang
menyuruh mereka mengemis. Mereka melakukan itu karena ajakan dari sang Ibu yang
juga berlaku sebagai seorang pengemis.
Mereka mengatakan, meski setiap hari mencari rezeki dengan
meminta-minta, mereka menggantungkan cita-cita cukup tinggi. Ada yang ingin
menjadi polisi, guru, dan dokter. Namun, saat ditanya sampai kapan akan
mengemis, mereka terdiam, dan hanya menggelengkan kepala.
Mengetahui hal tersebut, akhirnya masyarakat menyadari
bahwa pengemis hanyalah sebuah kedok dan “seragam” untuk mencari uang secara
cepat, tanpa membutuhkan usaha yang berat. Ketika mereka melepas “seragam” yang
mereka pakai, bukan tidak mungkin kalau mereka ternyata orang yang lebih
“mampu” dari orang yang memberinya.
Namun bukan berarti semua pengemis itu hanya kedok
belaka, kita tidak bisa men-judge semua pengemis seperti itu. Mungkin diantara
mereka ada yang memang benar-benar membutuhkan dan tidak mampu.
Jika dikaitkan denga teori, maka sudah terjadi
Stereotype terhadap pengemis, mereka menyeragamkan pengemis sebagai orang-
orang yang malas bekerja dan hanya ingin mendapatkan uang secara cepat tanpa
berusaha. Melihat banyak berita tentang pengemis yang hanya sebuah kedok
semata, semakin menguatkan penilaian seperti itu terhadap pengemis. Walaupun
mungkin ada beberapa diantaranya yang memang membutuhkan dan tidak mampu.
Daftar Pustaka
http://jakarta.okezone.com/read/2013/12/03/500/906234/2-pengemis-kaya-dipulangkan-ke-kampung-halaman
GOLDEN CROWN POKER DENGAN 7 GAMES TERPERCAYA
BalasHapusBONUS NEW MEMBER 20%
BONUS HARIAN 10%
BONUS ROLLINGAN UP TO 0.5%
BONUS REFFERAL 10% (SEUMUR HIDUP)
CONTACT KAMI
WA : +85570598711
LINE : GOLDENCROWNPOKER
BBM : E3F53E29